.

Mahasiswa Papua Harus Bersuara Ditengah Pembungkaman

ABEPURA (KOTA JAYAPURA) - Saat ini, persoalan Papua luar biasa kompleks. Mulai dari persoalan pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial budaya, dan persoalan politik. Semuanya seakan terbungkam. Lebih parah lagi, masyarakat Papua sudah terkooptasi dengan situasi pembungkaman saat ini.

Dalam kondisi seperti ini, mahasiswa sebagai agen perubah pun ikut diam atas realitas ini. "Mengubah kesadaran perubahan itu penting. Tetapi, mahasiswa sebagai agen perubah perlu kecerdasan spiritual, intelektual dan mentalitas. Cerdas emosional dan cerdas spiritual tanggung jawab untuk menyuarakan keadaan".

Hal itu dikemukakan Bonefasius Bao, dosen Universitas Sains dan Teknologi (USTJ) pada diskusi bertema "Manajemen Demonstrasi/Aksi" yang digelar PMKRI St. Efrem Jayapura di Aula Sang Surya, Padangbulan, Abepura, Papua, Rabu, (23/04/2013).

Di hadapan puluhan anggota PMKRI, mantan aktivis PMKRI itu mengatakan, ketika seorang aktivis atau mahasiswa mau melakukan demonstrasi, maka lebih dahulu memahami masalahnya. Kata dia, harus juga memahami konteks masalahnya.

"Aktivis tidak hanya melakukan demonstrasi, tetapi harus memikirkan solusinya atas masalah. Juga, harus menjaga agar tidak terjadi konflik,"katanya.

Ia juga kritisi soal pendidikan Indonesia yang lebih membangun mahasiswa menjadi instan tanpa proses. "Kita di Indonesia diajar untuk menjadi manusia yang instan, tanpa membutuhkan prosesnya.  Kita didesain menjadi manusia instan dan patuh pada kenyataan,"kata Boni.

Maka, kata dia, PMKRI sesuai dengan visinya, harus membangun diri, membangun daya kritis dengan membaca dan diskusi agar bisa membela kaum tertindas. Ketika ada masalah di masyarakat, kader PMKRI harus mengkaji permasalahannya dan kader PMKRI bicara dengan cara-cara yang profesional.

Jelasnya, kalau demonstrasi, yang diharapkan adalah adanya kebaikan. Misalnya, memprotes kebijakan yang tidak populis, komersialisasi pendidikan, terbungkamnya demokrasi, pelayanan yang buruk, dan lainnya.

"Kita harus punya mental juga, karena mentalitas berawal dari diri sendiri yang mau menerima perbedaan dan mau terus belajar. Mentalitas rela berkorban itu penting, jangan berpikir hedonis,"ajaknya. [MajalahSelangkah| LensaIndonesia]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment