KOTA JAYAPURA - 36 Calon Jaksa dilingkungan Kejaksaan Tinggi Papua menggelar aksi bakar baju dinas Korps Adhyaksa sebagai bentuk kekecewaan lantaran tidak lolos ujian seleksi tahap I (akademik) yang di gelar di SPN Jayapura, Senin lalu.
Dalam aksinya, mereka juga berteriak-teriak meminta bertemu dengan panitia penyelenggara dari Kejaksaan Agung RI. ” Mana Panitia Penyelenggara dari Kejaksaan Agung, kami ingin bertemu untuk menjelaskan hal ini,” elu salah satu pengawai Kejati Papua, Rumpaidus yang mengaku sudah 8 kali mengiktui ujian seleksi calon Jaksa.
Kekecewaaan mereka juga semakin melebar, dengan menelusuri Kantor Kejati Papua guna menemukan Panitia Penyelenggaran tersebut, yang berakhir dengan pertemuan bersama Kajati Papua, Panitia Penyelenggara dari Kejagung RI di Aula Kejati Papua.
Dalam penyampaiannya, Rumpaidus yang juga sebagai coordinator aksi menyebutkan Kejati Papua tidak memperhatikan anak-anak Papua. Padahal sesuai dengan UU Otsus No.21 Tahun 2001 bahwa keberpihahkan orang asli Papua dalam bidang apapun, namun kenyataanya dilapangan semua berbeda.
”Kami ini yang hampir 6-7 Tahun mengabdi di Kejaksaan Tinggi Papua, namun sudah 7-11 kali mengikuti tes pembentukann dan apabila kami tidak mengikuti tes ini, maka kami selamanya akan menjadi pegawai biasa saja yang kerjaan mengurus keperluaan Kejaksaan Tinggi Papua dan hal ini juga menyebabkan jaksa di Papua menjadi kurang,” kata Rumpaidus.
Rumpaidus menganggap, Kejati Papua saat ini berbeda dengan Kejati terdahulu. Dimana dari 48 yang mengikuti tes, hanya 12 yang diterima dan seluruhnya merupakan masyarakat pendatang. Parahnya lagi, kata dia, oknum pada Kejaksaan Agung menawarkan solusi kepada peserta tes dengan cara imbalan sejumlah uang berkisar Rp 100 juta. ”Itu yang nyata yang terjadi sekarang ini makanya kami melakukan cara seperti ini supaya pihak kejaksaan Tinggi Papua bisa lebih memperdulikan nasib putra-Putra Daerah,” bebernya.
Rumpaidus juga menilai Panitia Pembentukan Jaksa diduga kuat melakukan indikasi Nepotisme, dengan tidak meloloskan anak-anak Putra Dearah. Padahal Kejaksaan Agung yang memutuskan sebagai Jaksa.
”Kami mendesak Kejati Papua memfasilitasi kami untuk bertemu dengan Kejaksaan Agung, sebab belum tentu hasil ini dianggap final karena, hari ini akan dilakukan kembali tes lanjutan, berupa tes kesehatan dan wawancara dan bila tidak ditindaklanjuti, maka kami akan memboikot tes kesehatan dan wawancara sampai hak-hak kami bisa dipenuhi sesuai dengan UU Otsus di tanah Papua ini,” tandasnya
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Monang Pardede saat ditemui wartawan usai menerima pegawai yang protes menegaskan, dalam seleksi calon jaksa ini tidak ada keberpihakan. Bahkan, Kajati juga mengklaim ujian seleksi terhadap calon jaksa ini juga baru pertama kali dilaksanakan. ”Tidak ada berpihakan kepada siapa-siapa. Ini juga baru pertama kali dilaksakanakan,” katanya.
Menurut Kajati, ujian seleksi bagi calon jaksa ini juga dilakukan sistem langsung (live) oleh pihak ketiga dalam hal ini yang diselenggarakan oleh Perusahaan Swasta yang ditunjuk dari Kejagung RI. Sehingga, lanjutnya, tidak memungkinkan terjadinya KKN dalam ujian seleksi para calon jaksa ini.
”Jadi bagaimana ada unsur nepotisme, kalau setelah ujian langsung dibeberkan hasilnya. Dan yang selenggarakan ujian ini dari pihak ketiga, dalam hal ini perusahaan swasta, sedangkan dari Kejati Papua sama sekali tidak ada yang terlibat,” bebernya seraya dibenarkan oleh salah satu utusan dari Kejaksaan Agung RI, Joko Setyana yang mengantar pihak ketiga saat melaksanakaan ujian seleksi terhadap para calon Jaksa.
Kajati mengklaim dengan sistem seleksi seperti ini (pihak ketiga) dapat melahirkan jaksa di Papua yang berkualitas. Dia juga mengakui dalam seleksi ini sudah sangat memperhatikan kekurangan SDM di Papua, dengan meloloskan 12 calon jaksa yang ditengarai masih dibawah standar nasional.
”Untuk Papua, saya rasa sudah sangat memperhatikan, karena dari 12 calon jaksa yang lolos paling tinggi nilainya 5,2 dan itu pun sudah dibawah standar nasional. Karena kalau diterapkan standar nasional, mungkin hanya 1 orang yang lolos” ujarnya.
Hanya saja, saat disinggung nilai standar nasional dalam ujian seleksi calon jaksa ? Kajati mengaku tidak tahu menahu standar nilai tersebut dan hanya pihak ketiga yang mengetahui nilai standar. Ironisnya lagi, Kajati juga mengaku tidak tahu nama perusahaan dari pihak ketiga yang menyelenggatakan ujian seleksi tersebut.
”Saya tidak tahu berapa nila standar nasional yang ditetapkan, sebab itu bukan kami yang lakukan tetapi pihak ketiga dalam hal ini pihak swasta yang menetapkan nilai standar kelulusan nasional. Saya saja tidak kenal, siapa itu pihak ketiga, dan tidak pingin tahu siapa itu pihak ketiga. Namun untuk kuota jaksa seluruh Indonesia sebanyak 450, kalau untuk Papua saya tidak tau,” akunya.
Soal seleksi ini, Kajati menambahkan, dari 12 orang yang lolos seleksi Akademik akan kembali mengikuti tes tahap II (psikotes) dan tahap ke-III (kesehatan). Sedangkan untuk ujian seleksi Akademik ini, panitia memberikan 2 jam bagi para peserta untuk masing-masing mata pelajaran.”Ada tiga tahapan dalam seleksi ini dan nanti akan dilaksanakan selesksi psikotes dan kesehatan,” umbuhnya
Sekedar diketahui 12 orang yang lolos dalam tes akademik yakni : Ahmad Muzayyin, Henny Sutriyani Palinggi, Henry Elenmoris Tewernussa, irmayani Tahir, Maria Petrona Dit Justitia Masella, Marthinus Bakka Sample, Polamartua Siregar, Rahman Dani Wibowo, Ramli Amania, Richard Chorneles Borowy, Royal Sitohang, Yang Melva Rian. [PacificPost]
Home / kejaksaan tinggi /
mamta /
peristiwa /
politik /
unjuk rasa
/ Protes Diskriminasi, 36 Calon Jaksa Bakar Baju Dinas
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 comments:
Post a Comment