.

Otonomi Khusus Plus Papua Buatan Presiden SBY dan Gubernur Enembe, Inkonstitusional

KOTA JAYAPURA - Rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  (SBY) dan Gubernur Papua Lukas Enembe mendorong lahirnya Otonomi Khusus Plus untuk Papua memicu kontroversial.

Masyarakat Papua melihat gagasan itu tidak lebih sebuah langkah politik amburadul yang sangat memalukan dan inskonstitusional.

Gagasan itu jelas-jelas menciderai amanat UUD 1945, khususnya Pasal 5 Ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 Ayat (1) dan Ayat (5), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 26 dan Pasal 28.

Gagasan tersebut sudah melanggar amanat Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1988, Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000, Ketetepan MPR Nomor V/MPR/2000 dan juga Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2000.

Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy  kepada wartawan, Senin (10/06/2013) pagi.

Menurut Yan, kelima TAP MPR tersebut merupakan landasan hukum dari dilahirkannya kebijakan tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Karena itu, keinginan seorang Presiden SBY dan Gubernur Enembe membentuk Otsus Plus yang nyata sebagai Undang-Undang  (UU) Pemerintahan Papua adalah inkonstitusional. 

Kenapa inkonstitusional? Yan mengatakan, para petinggi negara ini telah melanggar hak-hak rakyat Papua untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanan Otsus berdasarkan Pasal 67, Pasal 77, dan Pasal 78  UU No  21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.

“Saya mengajak semua rakyat Papua untuk segera mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan class action dan mempersiapkan langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Pemerintahan Papua yang sedang dirancang saat ini,” ujar Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM 'John Humphrey Freedom Award' dari Kanada tahun 2005. 

Oleh sebab itu adalah sangat bijaksana jika Universitas Cenderawasih dan Universitas Negeri Papua segera membuat kajian akademik terhadap rencana perumusaan kebijakan Otsus Plus yang tidak lain dari pada undang undang pemerintahan Papua tersebut.

Formula Tepat
Sementara itu, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe  dalam penutupan Rapat Kerja Daerah Khusus (Rakerdasus) di Kantor Gubernur Dok II  beberapa waktu lalu,  mengatakan, Otonomi Khusus Plus merupakan formula yang tepat dalam mengelola Papua secara menyeluruh dan terpadu.

“Pergumulan yang kita lakukan ini adalah merupakan formula yang tepat dalam mengelola Papua secara menyeluruh dan terpadu. Kita semua harus percaya bahwa formula Otsus Plus atau Otsus yang diperluas atau RUU Pemerintahan Papua, itu yang kita harus lakukan,” katanya.

Menurut Gubernur Enembe, Otsus Plus merupakan suatu pengakuan negara kepada anak-anak Papua, untuk mengelola satuan pemerintahan khusus.

Otsus Plus adalah janji negara yang sudah tercantum Pasal 18 Undang Dasar-Dasar 1945. Di mana 12 tahun telah Papua lalui dengan Otsus, lembaran demi lembaran, Otsus telah memberikan perubahan positif bagi Papua.

Ia melanjutkan, perubahan  UU Nomor 21 Tahun 2001 dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki berbagai kelemahannya terkait dengan konsep kebijakan desentralisasi dalam NKRI, mengembangkan dan memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah dan masyarakat Papua dan untuk memproses aspirasi, dinamiki pembangunan, pemerintahan dan kebudayaan di Tanah Papua dalam konsep otonomi asimetris dalam NKRI.

Selain itu, memberi arah yang positif dan konstruktif serta mengurangi ketidakjelasan pengaturan kewenangan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001.

Menurutnya, ketidakjelasan berpengaruh dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah, meningkatkan pelayanan publik, menciptakan pemerintahan daerah yang efektif dan produktif.

“Dengan Otonomi Khusus Plus  akan tercipta pelayanan publik yang lebih baik, penciptaan kesejahteraan dan penegakan hak-hak dasar rakyat Papua,” kata  Gubernur Enembe.

Pemikiran dasar dari Otsus Plus, lanjutnya, adalah pelaksanaan otonomi asimetris yang mengedepankan pemikiran.

“Bahwa kerangka perundangan otonomi daerah di Indonesia yang majemuk tingkat provinsi tidak bisa linier hanya memakai satu macam perundangan pemerintahan daera,”ujarnya. [SuaraPembaruan| ImagePapua]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment