.

Christian Zebua : Saya Tahu dimana Organisasi Papua Merdeka Berada

KOTA JAYAPURA - "Saya tahu dimana OPM (Organisasi Papua Merdeka) berada, dukungan persenjataannya pun saya tahu. Kalau saya mau, sekali tumpas selesai," ucap Mayjen TNI Christian Zebua, 19 September 2014.

Itulah kalimat perpisahan Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Christian Zebua dalam tatap muka dengan insan pers di Koridor Makodam XVII/Cenderawasih, Bukit Polimak IV, Kota Jayapura, Provinsi Papua.

Ya, momentum silaturahmi itu dimanfaatkan Pangdam Cenderawasih yang membawahi wilayah Provinsi Papua, dan Papua Barat, untuk pamitan, karena terhitung 26 September 2014 akan menjalankan tugas baru sebagai Staf Khusus KSAD.

Bagi jenderal bintang dua asal Pulau Nias, Sumatera Utara, itu, Tanah Papua selama kepemimpinannya ada suka dan duka dalam tugas, terutama tugas mengamankan kedaulatan NKRI di daerah yang berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea (PNG).

Tak lupa, ia mengisahkan kembali bagaimana tujuh prajurit TNI dibantai oleh kelompok OPM bersenjata secara konyol, karena prajurit-prajurit itu justru ditipu oleh seorang tokoh masyarakat.

"Bermula dari informasi seorang tokoh masyarakat kepada prajurit TNI bahwa ada senjata di suatu lokasi dan bisa diambil senjata itu, tetapi untuk menggapai lokasi itu tidak boleh bersegaram TNI dan tanpa senjata. Ternyata prajurit-prajurit itu dibantai di tengah jalan, bahkan tubuhnya dipotong-potong," ujar Christian.

Pascainsiden itu, lanjutnya, para prajurit TNI marah dan hendak menghabisi orang-orang itu, namun saya berusaha menenangkan mereka.

"Jangan dengan cara ini, karena memang prajurit-prajurit kita itu menyalahi prosedur di medan tugas," tukasnya.

Mayjen Christian mengakui kecerobohan anak buahnya itu masih membekas dalam ingatannya, sehingga ia berupaya menerapkan strategi terbaik dalam penanganan masalah-masalah keamanan sesuai tupoksi TNI.

Ia menyebut tiga hal strategis yang diterapkannya, yakni rebut hati dan pikiran rakyat, rebut senjata dan lumpuhkan Gerakan Sipil Bersenjata (GSB), serta bangun opini konstruktif untuk kemajuan bangsa dan negara.

"Ketiga strategi ini, saya rasa sangat efektif, dimana setiap langkah prajurit TNI mendapat dukungan dari setiap elemen masyarakat," tuturnya.

Bukti konkret efektifitas ketiga strategi itu yakni selama semester I/2014, Kodam Cenderawasih banyak merebut senjata api GSB melalui kontak tembak dan juga penyerahan 55 pucuk senjata api dan 1.522 amunisi serta beberapa dokumen OPM.

"Dua hari lalu (17 September 2014) di Lanny Jaya, tim gabungan TNI-Polri mendapatkan satu pucuk senjata jenis Revolver pascakontak tembak. Di hari yang sama, di Arso 14, Kabupaten Keerom, Satgas Yonif 623/BWU juga menerima penyerahan dua pucuk senjata api jenis mouser dan pistol baretta," tandasnya.

Christian juga mengungkapkan bahwa Kodam Cenderawasih sangat memperhatikan kualitas penegakan hukum serta penghormatan HAM, antara lain melalui peningkatan pemahaman hukum, disiplin, dan tata tertib, serta sosialisasi dan penyuluhan setiap pelaksanaan tugas di lapangan.

Koordinasi dengan kepolisian untuk menyamakan langkah pengamanan perbatasan juga terus berkelanjutan.

"Saya dan Pak Kapolda berkali-kali berdiskusi terkait gerakan sipil bersenjata itu, dan kami sepakat untuk menumpas orang yang membawa senjata. Kami tidak ingin rakyat biasa menjadi korban," ujarnya.

Itu berarti, lanjut Mayjen Christian, anggota OPM diberi kesempatan melanjutkan hak hidupnya sepanjang tidak membawa senjata dan tidak mengganggu rakyat, apalagi aparat keamanan.

"Mereka (OPM) juga punya hak hidup, tapi jangan ganggu rakyat dan prajurit. Kalau ada yang bilang, sudah tahu letak dan kekuatan mereka (OPM) kok tidak dituntaskan, maka saya katakan, kami punya senjata yang bisa sekali tumpas, tapi mereka bukan lawan saya," ujarnya.

Penegakan hukum
Tugas penegakan hukum di wilayah NKRI merupakan ranah kepolisian dibantu satuan TNI yang dibawah kendali Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende.

Terkait kondisi kamtibmas di daerah pegunungan tengah Papua, Irjen Pol Yotje Mende mengaku harus ditempuh langkah represif, mengingat laporan intelijen menyebutkan kelompok sipil bersenjata (KSB) versi polisi atau gerakan sipil bersenjata (GSB) versi TNI, makin sering beraksi disertai dukungan persenjataan yang bertambah.

"Sudah mulai digelar operasi penegakan hukum terhadap KSB di Lanny Jaya yang melibatkan TNI," ucap Irjen Yotje.

Ia mengatakan operasi penegakan hukum itu dilakukan untuk menangkap anggota kelompok bersenjata yang selama ini menganggu dan meresahkan warga masyarakat.

Bahkan kelompok bersenjata itu juga menyerang aparat keamanan baik polisi maupun TNI.

"Karena itu, kami terus berupaya mengejar dan menangkap anggota kelompok bersenjata itu, jika mereka menggunakan senjata, ya kami tumpas," ujarnya.

Kapolda Papua sejak Agustus 2014 itu mengaku pihaknya sudah mendapat persetujuan dari Bupati Lanny Jaya karena aksi yang dilakukan kelompok bersenjata sudah sangat meresahkan warga dan dikhawatirkan dapat menghambat pembangunan.

Kendati demikian, dalam pelaksanaan operasi penegakan hukum di lapangan tidak dilakukan secara membabi buta melainkan secara persuasif.

"Kami masih memberi kesempatan kepada masyarakat untuk keluar dari kelompok tersebut dan bergabung dengan sanak keluarga lainnya, karena apabila tetap bergabung dengan kelompok bersenjata maka aparat keamanan tidak akan tolerir," ujarnya.

Irjen Yotje mengklaim aparat keamanan sudah berhasil menguasai beberapa lokasi yang sebelumnya menjadi basis kelompok bersenjata yang beroperasi di Kabupaten Lanny Jaya, termasuk yang biasa disebut "tenda biru" di Balingga.

"Mudah-mudahan kelompok yang diperkirakan memiliki senjata sekitar 20-an pucuk itu segera dapat ditangkap sehingga tidak lagi ada gangguan kepada masyarakat maupun aparat keamanan," ujarnya.

Kelompok bersenjata yang beroperasi disekitar Kabupaten Lanny Jaya itu antara lain Puron Wenda dan Enden, bahkan Rambo yang sebelumnya beroperasi di Kabupaten Puncak Jaya dilaporkan sudah bergabung ke kelompok Puron Wenda.

"Dari laporan yang kami terima, Rambo yang merupakan anak dari Puron Wenda sudah bergabung dengan kelompok bersenjata di Pirime," kata Yotje.

Kini, pengikut kelompok sipil bersenjata itu diperkirakan sekitar 50 orang, dengan dukungan persenjataan sekitar 19 pucuk berbagai jenis.

Bahkan, senjata api jenis Arsenal yang berhasil dirampas pada 2012 dari anggota Brimob saat bertugas di Kabupaten Puncak Jaya, sudah dibawa ke Pirime. Namun, pihaknya sudah meminta masyarakat agar segera memisahkan diri dari kelompok tersebut.

"Bila tetap berada di sekitar kelompok bersenjata itu maka mereka akan menerima akibatnya karena saat anggota melakukan penegakan hukum maka tidak pandang bulu," tegas Yotje yang didampingi Wakapolda Brigjen Pol Paulus Waterpauw.

Secara bertahap, katanya, lokasi-lokasi yang menjadi markas kelompok bersenjata termasuk "tenda biru" yang berada disekitar Balingga, akan disisir.

"Kami secara bertahap akan menguasai lokasi yang menjadi markas kelompok sipil bersenjata itu," ujar Yotje yang juga didampingi Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Pudjo.

Kini, sekitar 530 orang personel Polri dan TNI dikerahkan ke kawasan Lanny Jaya. Kelompok sipil bersenjata itu sejak Juli lalu menganggu dan menembaki warga masyarakat dan aparat keamanan.

Walhasil, peluru TNI dan Polri hanya untuk menumpas KSB/GSB yang sering mengganggu kenyamanan hidup warga Indonesia di Papua, sepanjang mereka membawa senjata api. [Antara]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment