.

Mama Yosepha Alomang : Jaman Sekarang, Penghargaan Terhadap Perempuan Sudah Jarang

SENTANI (JAYAPURA) - Dulunya, budaya lokal di Papua lebih menghargai perempuan. Tapi di jaman modern seperti saat ini, penghargaan seperti itu sudah jarang ditemukan di dalam budaya lokal Papua. Hal ini dikatakan salah satu aktivis perempuan Papua, yang juga Pembina Utama Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK) Papua, Mama Yosepha Alomang kepada tabloidjubi.com, di Sentani, Minggu (6/11).

Mama Yosepha yang ditemui disela-sela acara penutupan lokakarya bertemakan, Kesetaraan dan Keadilan Gender, serta Realitas Kekerasan Terhadap Kaum Perempuan di Rumah Retret St. Klara, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua ini mengatakan, biasanya budaya lokal melihat isteri pertama menjadi sumber dari isteri kedua.

“Isteri kedua menjadi anak emas dari isteri pertama dalam suatu perkawinana lokal yang kemudian melahirkan keluarga itu aman, harmonis dan langgeng. Isteri pertama itu yang utama. Laki-laki yang mau menikah lagi datang bilang isteri pertama. Isteri pertama yang beli isteri kedua. Isteri kedua jadi anaknya,” kata perempuan penerima Yap Thiam Hein Award pada Desember 1999 ini.

Menurut Mama Yosepha, kebiasaan laki-laki menghargai perempuan di Papua sudah tidak seperti dulu lagi. “Kebiasaan itu mulai luntur. Laki-laki Papua, kini tak memperaktekkannya lagi. Bahkan isteri pertama belum tahu jika suami telah memiliki isteri kedua. Akibatnya, berujung cekcok, pertengkaran mulut, hingga kekerasan fisik, yang menyebabkan kehidupan aman dalam keluarga hilang,” katanya.

Bahkan kata Mama Yosepha, dirinya melihat kekerasan terhadap perempuan kini lebih kejam dari kekerasan terhadap perempuan di jaman dulu. “Laki-laki dulu, isterinya banyak atau sedikit, tapi tak pernah melakukan perselingkuhan yang terlihat seperti di jaman modern ini. Laki-laki di jaman dulu lebih membangun kesetiaan dengan isteri-isteri yang ada. Hidup mereka aman dalam keluarga,” katanya.

Menurut Mama Yosepha, kekerasan terhadap perempuan itu terlihat juga dalam perbedaan jumlah maskawin dulu dan kini. “Maskawin yang dulu itu babi tiga hingga lima ekor saja. Tapi kini maskawin sampai 20 hingga 50 juta, bahakn yang saya tambah heran, ada maskawin sekarang sampai 100 hingga 500 juta. Akibatnya, perempuan seperti jadi barang dagang saja,” katanya.

Budaya menghargai perempuan mulai dilupakan dan juga muncul budaya yang tak menghargai, tapi malah menghancurkan dan bahkan menjadikan perempuan sebagai barang dagangan. “Seperti inilah yang kini menjadi budaya orang Papua. Saya melihat budaya yang baik itu mulai hilang. Laki-laki hanya menerima budaya baru yang mengahancurkan dirinya dan keluarg,” katanya.

Menurut Mama Yosepha, budaya yang mengahancurkan ini terus terjadi, akan melahirkan kekerasan ke kekerasan yang membawa orang Papua kepada kehancuran. “Saya prihatian dan mengajak orang Papua harus kembali kepada budaya yang lokal seperti dulu, agar kehidupannya aman dalam keluarga terpelihara dalam rangka menghargai perempuan,” katanya.

Untuk itu, Mama Yosepha berharap perempuan dan laki-laki Papua, harus sadar tentang kebiasaan-kebiasaan hidup orang tua dulu dalam keluarga. “Hidup suami dan isteri, banyak maupun sedikit yang aman harus ada,” tambahnya.

Pastor John Jonga yang juga mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hein Award pada 10 Desember 2009 ini juga berharap agar peserta yang hadir dalam kegiatan ini berjumlah 34 itu, harus berjuang menegakkan yang menjadi perhatian dalam seminar selama tiga hari ini. “Saya harap 34 orang ini memiliki pikiran harus mendobrak kebiasaan laki-laki yang tak menghargai perempuan, yang sulit dibendung di jaman modern ini,” katanya.
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment