.

Ararem, Budaya Mengantar Mas Kawin Suku Biak

BIAK (BIAKNUMFOR) - Beragam budaya tradisional masyarakat di tanah Papua masih tetap terjaga keasliannya hingga kini, salah satunya suku Biak secara turun temurun mempertahankan tradisi budaya khas mengantar mas kawin atau ararem dari calon suami kepada calon istri.

Budaya mengantar mas kawin bagi calon suami dari suku Biak merupakan suatu kewajiban karena dengan membayar mas kawin berarti telah melunasi haknya sebagai suami kepada pihak keluarga perempuan yang akan dijadikan istri.

Mananwir (kepala suku) Biak, Gerard Kafiar mengakui, masyarakat adat suku Biak sangat memegang kuat tradisi araraem atau membayar mas kawin dari seorang pria calon suami kepada keluarga calon istri yang diantar secara adat. "Setiap keluarga yang membayar mas kawin kepada calon keluarga istrinya dilakukan arak-arakan penuh suka cita dengan iringan tari wor, aksesoris adat serta membawa mas kawin berupa berbagai perlengkapan rumah tangga, hasil kebun, dan uang sesuai hasil kesepakatan keluarga," ungkap Gerard Kafiar yang juga Ketua Peradilan Dewan Adat Biak.

Sesuai tradisi Suku Biak, besarnya mas kawin (ararem) ditentukan oleh pihak keluarga wanita yang melalui kesepakatan besarnya antara sanak keluarga, Kafiar mengatakan, untuk penentuan waktu penyerahan mas kawin, dapat disepakati bersama oleh kedua belah pihak yakni keluarga wanita dan pihak keluarga pria.

Munara Yakyaker (Upacara Pengiringan) selama tujuh hari dan tujuh malam, kedua calon pengantin diawasi dalam rumah keluarga masing-masing dan setelah itu pengantin wanita diiring dengan suatu arak-arakan tari dan lagu yang disebut "wor" ke rumah pengantin pria, dan di sana dilangsungkan upacara Pengukuhan tanda sahnya perkawinan tersebut.

"Suku Biak merupakan salah satu kelompok masyarakat Papua secara turun temurun taat dengan aturan adat karena berasal dari para leluhur suku Biak yang diyakini memiliki makna budaya prosesi adat yang sakral sehingga harus dipegang teguh sebelum melangsungkan pernikahan," ungkap Gerard Kafiar.

Ia mengatakan, dalam acara arak-arakan peserta upacara penyerahan maskawin dibagi dalam dua bagian, di mana urutan pertama terdiri atas om/tante/famili berada dalam satu barisan tersendiri yang bertanggung jawab menyerahkan bagian dari mas kawin yang disebut "Abobes Kapar" (Lepas pendong) kepada ibu kandung dan anak perempuan (Calon nikah). Sedangkan bagian dua, yang terdiri atas mas kawin "Baken" (Inti) berada dalam satu barisan yang terdiri anggota keret/anggota keret lain yang terkait hubungan kekerabatan.

Sementara itu, salah seorang tokoh Pemuda suku Biak, Marthen Wompere mengatakan, budaya mengantar mas kawin dari masyarakat suku Biak (ararem) menjadi berharga dan bermartabat setelah calon suami menyerahkan mas kawin kepada keluarga istrinya. Berdasarkan aturan adat setiap penyerahan mas kawin dari keluarga pria dilakukan secara meriah dan dilakukan prosesi arak-arakan sesuai adat istiadat suku Biak.

Dengan tuntasnya pemberian mas kawin kepada calon istri, menurut Wompere, maka keberadaan status sosial calon suami di hadapan keluarga istrinya menjadi sakral dan bermakna. "Meski perubahan dan pengaruh zaman terus terjadi tetapi budaya antar mas kawin suku Biak dari keluarga suami kepada pihak perempuan tetap terjaga keasliannya secara adat dan budaya suku Biak," ungkapnya. [AntaraPapua]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment