.

Lembaga Masyarakat Adat Amberbaken, Kebar dan Karon (LMAAKK) Nilai Keputusan MK Sudah Final

MANOKWARI - Direktur Eksekutif Lembaga Masyarakat Adat Amberbaken, Kebar dan Karon (AKK), Yohan Warijo, S.Sos, M.Si mempertanyakan kelompok warga yang tidak menerima keputusan Mahkamah  Kontitusi (MK) terkait empat Distrik di wilayah Manokwari yang harus bergabung dengan Kabupaten Tambrauw.

Pasalnya, warga asli di empat distrik itu selaku pemilik hak ulayat sudah menganggap keputusan MK tersebut final. Sebab, tidak ada upaya hukum lagi yang harus dilakukan. Makanya, warga asli sudah sepakat untuk melaksanakan keputusaan MK tersebut. Warga sebenarnya tidak ada persoalan. Mereka terima putusan MK untuk bergabung dengan Kabupaten Tambrauw. Tapi ada kelompok-kelompok yang mungkin sengaja mengacaukan situasi" tuturnya kepada sejumlah wartawan saat berada di Mapolres Manokwari, Selasa (09/04/2013).

Bahkan, terkait persoalan tersebut, selaku Direktur Eksekutif LMA AKK, dirinya sudah pernah menyurati MK. Jawaban atas surat tersebut keputusan MK adalah final. Masyarakat juga sudah menerima keputusan itu. Disisi lain, kalau ada pihak yang tidak puas dengan keputusan tersebut, Warijo mengajak mereka untuk duduk berbicara. "Namun, yang jelas keputusan MK tersebut harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah terkait. Persoalan mau berpisah dengan Kabupaten Tambrauw, nanti bisa dilihat lagi. Yang jelas keputusan MK ini harus dilaksanakan. Sebab ini keputusan Negara," tuturnya lagi.

Terkait persoalan tersebut, Kepala Bappeda Kabupaten Manokwari ini meminta semua warga yang ada di empat distrik tersebut untuk tetap tenang. Sebaliknya, dirinya meminta pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menghentikan aksi-aksi provikatif kepada masyarakat.

Sementara itu Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi Papua Barat, Elisa Sroyer,SSos menyatakan, Gubernur Papua Barat sudah berupaya keras untuk menengahi permasalahan terkait dengan wilayah Kabupaten Tambrauw. Bahkan, masalah ini sudah dibicarakan dengan Komisi II DPR-RI bersama-sama dengan kementerian terkait.

"Kita bersama-sama mencari solusi menyelesaikan permasalahan sehingga tidak merugikan masyarakat. Namun keputusan ini belum jatuh, tapi ada oknum-oknum yang memberikan informasi kurang tepat pada masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpuasan," tandas Sroyer kepada wartawan, Selasa (09/04/2013). Sroyer menyampaikan bahwa, setelah Musrembang di Fakfak, Gubernur Papua Barat bersama tiga bupati akan memberi penjelasan secara terbuka ke publik soal polemik wilayah Kabupaten Tambrauw ini. Diminta kepada masyarakat yang kurang puas tetap menjaga keamanan dan tidak melakukan tindakan melawan hukum.

"Selama jadi aparat, saya selalu terbuka untuk melayani masyarakat. Kalau memang tidak puas, itu bukan keputusan saya. Kalau ada yang tidak puas pintu Komisi II dan Kemendagri terbuka," tukasnya.

Mantan Kadistrik Manokwari Barat ini pun memaklumi dan menghargai unjuk rasa di kantor gubernur yang tak mau bergabung dengan Kabupaten Tambrauw tapi mengaspirasikan pemekaran Kabupaten Manokwari Barat. "Era demokrasi wajar masyarakat tidak puas atas suatu keputusan," tandasnya.

Sroyer menyatakan dirinya  sangat paham bahwa aksi  unjuk rasa di kantor gubernur, Senin (08/04/2013) merupakan bentuk ketidakpuasan atas rencana revisi Undang-Undang Nomor 58 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw, yang terkait dengan luas wilayah. Revisi ini sebagai akibat dari Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang memasukkan 4 distrik, Senopi, Kebar,Mubrani dan Amberbaken sebagai wilayah Kabupaten Tambrauw.

"Keputusan MK jelas. Di republik ini semua kita tahu, bahwa keputusan MK itu final dan mengikat. Namun kita sudah berupaya, saya dan Bapak Gubernur diminta untuk hadir di Komisi II untuk menyelesaikan masalah,sehingga tidak merugikan masyarakat," tutur Sroyer.

Pada unjuk rasa di kantor gubernur, massa menyampaikan sejumlah pernyataan sikap, diantaranya, pemerintah segera meninjau kembali putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 127/PUU-VII/2009 tentang cakupan wilayah Kabupuaten Tambrauw. Keempat distrik (Kebar, Mubrani, Senopi dan Amberbaken) menolak bergabung dengan Kabupaten Tambrauw, putusan MK menimbulkan konflik horizontal antar masyarakat di empat distrik. Serta, pemerintah pusat segera memberlakukan UU Nomor 58 Tahun 2008 sebagai dasar hukum dibentuknya Kabupaten Tambrauw dan tidak perlu direvisi. Masyarakat di empat distrik menyatakan tetap menggunakan hak politiknya pada Pemilu 2014 di Kabupaten Manokwari. [RadarSorong]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment