.

Kantor Freeport Indonesia Wajib Pindah ke Papua

KOTA JAYAPURA - DPR Papua mengklaim bahwa dari 20 item yang menjadi catatan penting untuk merubah tingkat kesejahteraan dan evaluasi Otonomi Khusus di Papua, 16 di antaranya direspon positif oleh pemerintah pusat.   Bahkan rencananya 16 item yang sudah diberi lampu hijau ini akan segera diterjemahkan di tingkat kementerian untuk dijadikan bahan dalam pengambilan kebijakan pemerintah pusat.

"Ada 20 item yang ka­mi sampaikan ke Pemerintah Pusat dan sebagian besar disambut positif. Intinya pemerintah pusat tak keberatan dengan poin yang kami berikan," ungkap Wakil Ketua 1 DPRP, Yunus Wonda.

Yunus menjelaskan, pertemuan yang berlangsung tertutup ini dilakukan di Jakarta pada 5 Juli lalu dengan dipimpin langsung oleh Wakil Ketua 1 DPR RI, Priyo Budi Santoso dan 7 menteri di antaranya Menkokesra H.R Agung Laksono dan Menteri Perekonomian, Hatta Rajasa, serta Tim Pemantau Otsus Papua, Papua Barat dan Aceh. Dari Papua dan Papua Barat sen­diri dihadiri langsung oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe, Gubernur Papua Barat Bram Ataruri, Ketua DPR Papua Barat, dan dari DPR Papua dipimpin oleh Yunus Wonda didampingi Boy Dawir.
 
Sebelumnya pada 29 Juni Pemprov Papua telah menyerahkan 20 item hasil evaluasi Otsus yang dianggap penting kepada Pemerintah Pusat. Nah pertemuan tersebut ditindaklanjuti dengan penyampaian respon pemerintah pusat pada 5 Juli lalu.

"Saat ini 20 item tersebut sedang di-break down di tingkat kementerian dan harapan kami di tahun depan item ini  sudah bisa diterapkan di tingkat kementerian," beber Yunus.

Dijelaskannya, 20 item yang diajukan itu di antaranya meminta kantor PT Freeport Indonesia tidak lagi berada di Jakarta, melainkan dipindahkan ke Papua dan proses penggarapan tambang mentah hingga menjadi bahan tambang siap pakai tidak lagi dilakukan di luar negeri, tetapi juga dilakukan di Papua.

"Gampangnya selama ini hasil tambang diambil lalu dibawa ke luar dan diolah di luar. Nah kami minta agar proses itu dilakukan di Papua, bukan di luar,"  terang Yunus diiyakan Boy Dawir. 

Tak cuma itu, masih menyangkut PTFI, Pemprov Papua juga meminta ada saham Pemprov yang dimiliki dalam PTFI. Selama ini tak ada saham yang ditanamkan Pemrov dalam PTFI.   "Yang ada hanya royality dari 1 persen hasil olahan, tapi kami tak tahu bagaimana hitung-hitungannya. Jadi kami juga mengajukan agar Pemprov memiliki saham di PTFI. Paling tidak 10 persen saham Pemprov," ujarnya.

Meski hal ini juga direspon oleh pihak kementerian, namun menurut Yunus, Gubernur Papua Lukas Enembe masih akan mencari waktu yang tepat untuk melakukan pertemuan langsung dengan petinggi PTFI.   Selain itu, Gubernur Papua dan DPRP juga setuju agar PTFI menggunakan Bank Papua dalam urusan perbankan ketimbang bank lain.

"Kami juga menyampaikan agar Freeport ikut mendorong pemba­ngunan infrastruktur di Papua,:  imbuhnya.

Informasi yang diperoleh Cen­dera­wasih Pos, poin lainnya yang disampaikan dari 20 item tersebut adalah Pembebasan Tapol Napol, Pembangunan Tugu Kristus di Kayu Batu, membuka akses penerbangan internasional yang terpusat di Biak, Timika, Jayapura dan Merauke, pengkajian  Kontrak Karya PT Freeport Indonesia, Pembangunan Rumah Sakit Berstandart Internasional di Biak, Wamena, Nabire, Merauke dan Jayapura, Kebijakan Otsus Plus soal pembagian 80-20, libur Papua di hari besar keagamaan termasuk hari budaya Papua, pembangunan jalan dan jembatan Hamadi-Holtekamp, pembangunan beberapa perguruan tinggi di sejumlah kabupaten, pengalihan kewenangan operasional sejumlah lembaga kementerian ke pemerintah daerah, serta akses kerjasama Papua dengan negara kawasan pasifik di bidang ekonomi, budaya dan olahraga serta Papua sebagai tuan rumah PON 2020.

Sementara Simon Patric Morin  sebagai Vice Presiden Hubungan Pemerintahan PTFI yang dihubungi via telepon tak memberi jawaban. [CenderawasihPos]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment