.

Pokja Agama MRP Nilai Kerukunan Antar Umat Beragama akibat Cinta Damai dan Keharmonisan

KOTA JAYAPURA – MRP melalui Pokja Agama menggelar studi banding ke Sulawesi Utara pada 13-17 Agustus, untuk melihat dari dekat kerukunan umat bergama di negeri nyiur melambai itu.

Setelah melihat dari dekat pratik kerukunan hidup beragama di  Kota Manado, yang dapat menjadi contoh bagi daerah lainnya di Indonesia, MRP akan mengkaji hal itu dan menyamakan sifat-sifat kebersamaan yang ada di Sulawesi Utara dengan kondisi riil Papua sehubungan dengan penerapan praktik  kerukunan hidup bersama tersebut.

“Sampai saat ini perdasus keagamaan sementara digodok menunggu diseminarkan kepada lembaga lembaga keagamaan dan pemerintah untuk dilihat, apakah cocok untuk diterapkan di pemerintahan Provinsi Papua sesuai amanat Undang Undang Otsus Papua,” ungkapKetua Pokja Agama Pdt. Waromi, S.H.,  saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (09/09/2013).

MRP melihat kerukunan hidup di Sulawesi Utara terjaga karena lahir dan tumbuh dari individu manusia yang merasa mencintai damai dengan berusaha menciptakan keharmonisan itu antar sesama manusia.

“Itu yang kami lihat tumbuh dalam hidup orang Sulawesi Utara,” ujarnya.

Di Papua, menurutnya adat mengatur bentuk-bentuk relasi dan hubungan persaudaraan dalam praktik hidup bersama yang berlaku sejak leluhur. Namun seringkali orang lupa adat itu, padahal adat yang diwarisi leluhur orang Papua erat dengan nilai-nilai agama yang mengajarkan cinta kasih.

“Nilai-nilai adat keagaaman erat dengan budaya orang Papua yang harus disosialisasikan di tujuh zona adat Papua ini,” jelasnya.  Hal itu, mengingat di Papua ada 250-an suku, yang punya budaya dan seni hidup dan tata krama yang sudah dimiliki orang Papua.

Menurutnya, kerukunan antara umat beragama di Papua telah dinyatakan melalui Papua Tanah Damai. Papua Tanah Damai mau menujukkan bahwa orang dipapua hidup dalam takut akan Tuhan. Ketika manusia menujukan sikap takutnya akan Tuhan, maka keharmonisan, kebersamaan dan kerukunan hidup itu terjalin sendirinya mulai dari nikah rumah tangga.

Ia mengajak semua yang mendiami tanah ini untuk menilik apa yang dibuat Ottow dan Geisler  di Tanah Papua. Mereka memberkati tanah ini, tetapi tidak memberkati orangnya.

Jangan heran orang yang datang dan tinggal ditanah ini diberkati dan sayangnya orang Papua sendiri tak merasa damai di tanahnya.  Ia hidup dalam ketakutan, oleh sebab itu harus ada kewajiban dari masyarakat di tanah papua khususnya orang asli papua untuk hidup dan takutakan Tuhan termasuk mereka yang datang kesini. [BintangPapua]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment