.

Socratez Sofian Yoman : Jika Papua Sudah Final ke NKRI, Mengapa Pepera Masih Terus Dipersoalkan

KOTA JAYAPURA - Pernyataan Pelaku Sejarah Papua, Ramses Ohee bahwa sejarah masuknya Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah final  karena sudah melalui proses yang benar yakni Pepera 19 November 1969, mendapat  tanggapan serius dari Ketua Umum Gereja-Gereja Baptis (PGGB P) di  Tanah Papua, Pdt. Socratez  Sofian Yoman.
 
Ditegaskannya bahwa jika proses Papua masuk dalam NKRI dengan cara yang benar, lalu pertanyaannya kenapa sampai saat ini rakyat Papua masih terus  mempersoalkan Pepera dimaksud dan menuntut merdeka dan berdaulat untuk bernegara sendiri.
 
“Rakyat Papua terus mencari keadilan dan terus mempersoalkan masalah Papua, itu karena masalah Papua belum final dan tidak diselesaikan baik,” ungkapnya saat menghubungi Bintang Papua, Rabu, (26/03/2014).
 
Baginya, apa yang disampaikan oleh Perdana Menteri  Vanuatu di sidang umum PBB adalah sebuah ungkapan hati  atas kepeduliannya terhadap masalah kemanusiaan yang selama ini terjadi di Tanah Papua. Berbeda dengan orang asli Papua yang sekarang ini menjadi kaki tangan dan juru bicara dari ‘penjahat  NKRI’ di Papua. Kenyataannya selama ini  mereka itu mengetahui persoalan pelanggaran HAM Berat di atas Tanah Papua dan masalah Pepera yang penuh dengan kecacatan hukum internasional, namun hanya mendiamkannya saja, karena mereka tidak mempunyai hati nurani untuk melihat masalah Papua.
 
Ditandaskannya, harus dipahami bahwa dulunya masalah kekerasan, ketidakadilan dan pelanggaran HAM di Tanah Papua hanya dibicarakan oleh LSM-LSM, kemudian meningkat dibicarakan di tingkat  akademisi, dan akhirnya semua rakyat Papua berbicara terhadap masalah Papua dan menuntut merdeka alias memisahkan diri dari NKRI. Bahkan dibicarakan di dunia internasonal, yakni antar negara dengan negara. Tentunya ini persoalan yang sudah sangat serius, dan penyelesaiannya pun harus serius juga.
 
Lanjutnya, masalah Papua harus diselesaikan melalui dialog damai dan setara antara Indonesia dan Papua yang dimediasi pihak ketiga yang netral di tempat netral. Karena masalah Papua secara historis ada keterlibatan langsung PBB, Amerika dan Belanda. Masyarakat Internasional tidak bisa nonton ketika rakyat Papua musnah dari akibat kejahatan Indonesia selama 50 tahun silam.
 
Bicara tentang pelanggaran berat HAM dan kejahatan Negara di Papua tidak saja disoroti Perdana Menteri Vanuatu. Tetapi, pemerintah Amerika,   Inggris, Jerman, Meksiko,  Kanada, Australia, Prancis, Australia, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan dan beberapa negara termasuk Uni Eropa juga turut menyoroti masalah Papua. Masalah Papua sudah melebar ke mana-mana.

“Jadi, komentar-komentar  NKRI final dan PEPERA 1969 sudah final sudah usang dan tidak relevan. Sekarang era sudah mengglobal dan terbuka.  Saya berbicara dari sisi kemanusiaan dan kedamaian di atas Tanah Papua, bukan berbicara dari sisi politik,” pungkasnya. [BintangPapua]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment