.

Budaya Berkebun Masyarakat Paniai Mulai Menurun

ENAGOTADI (PANIAI) - Budaya berkebun di Kabupaten Paniai mulai menurun. Padahal berkebun notabenenya sejak dahulu sudah menjadi tradisi masyarakat Paniai, umumnya masyarakat Pegunungan Tengah Papua untuk menghidupi keluarga.

Menurutnya budaya bertani ini diindikasikan kebanyakan masyarakat tua maupun muda menghabiskan waktu untuk bekerja di Kota Enagotadi, mencari keramaian kota hingga berbulan-bulan.  Kebun-kebun dahulu kini tinggal puing-puing belaka yang tidak mungkin akan dikelolakan kembali seperti semula.

Ironisnya, pemuda dan pemudi dari kampung yang dikatakan tenaganya masih fit juga tidak mewariskan apa yang dilakukan orang tuanya dalam menghidupi kebutuhan sehari-hari mereka.  Lantaran ada dari mereka justru menghabiskan waktu dan kesempatan emas ini dengan mengkonsumsikan alkhol (miras) dan main judi. Kalau kondisi seperti ini, maka kapan kita mengangkat serta mengikuti kembali budaya kita ini khususnya budaya berkebun.

“Warga masyarakat lebih khusus kepada generasi penerus untuk membangkitkan kemabali semangat berkebun yang sudah diwariskan para leluhur dan orang tua kita,” ungkap Pewarta Paroki Obano, Willem Boma, kepada media ini pekan lalu di Kegouda.

Willem Boma menilai, para generasi muda dewasa ini di Paniai rata-rata hampir semua tidak memanfatkan waktu untuk berkebun.  Namun lebih suku memilih berkeliaran di kota tanpa kenal lelah dan mabuk-mabukan tanpa tujuan yang jelas.

“Apa untungnya ? Mungkinkah merusak kesehatan diri sendiri lantaran hanya membuang waktu percumah,” katanya.

Menurut Willem, pada masa kini hampir semua tidak ada niat untuk membuka kebun (lahan). Dampaknya masyarakat cepat berpindah profesi, melakukan kegiatan yang bukan tugasnya, membuat proposal bantuan dana. Hal ini terlihat pada aktifitas dadakan dan temporer.  Tindakan seperti ini tidak relevan dan pula tidak pas bagi orang Pegunungan Tengah Papua khususnya di Paniai ini. Pasalnya, kata dia, tidak berkebun berarti sama saja ia itu penghianat diri sendiri, menyangkal tradisi yang sebenarnya.

Kata boma, akibat terpengaruhnya dengan situasi kota, maka sudah mulai terbiasa meninggalkan parang dan kampang serta sekop. Sementara alat-alat ini merupakan penunjang utama dalam kehidupan orang koteka dan moge. Manusia koteka dan moge akan puas jika ada alat-alat ini di rumah, dimana hasil kerja dari alat-alat ini menghasilkan hasil kebun yang berlimpah ganda yang bisa menghidupi kebutuhan hidup sehari-hari dalam sebuah keluarga.
Dia mengharapkan agar warga masyarakat koteka dan moge di Kabupaten Paniai agar kembali mempertahankan tradisi berkebun yang dahuluhnya sudah diwariskan para leluhur moyang serta para orang tua. Katanya, gedung DPRD, kantor bupati dan rumah-rumah kelaurga yang ada di Enagotadi bukan tempat transit untuk menghilangkan dahaga.  Tetapi mestinya mulai saat ini kambali sadar dan pertahankan pola hidup masyarakat bertani, guna memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga masing-masing. [A1]
Bagikan ke Google Plus

0 comments:

Post a Comment